Silent Heat, Penyebab Sapi Tidak Birahi Minta Kawin



Birahi tenang atau birahi tidak teramati banyak dilaporkan pada sapi Brahman-Cross. Sapi dengan birahi tenang mempunyai siklus reproduksi dan ovulasi normal, namun gejala birahinya tidak terlihat. Birahi tenang akan mengakibatkan peternak tidak dapat mengetahui kapan sapinya birahi, sehingga tidak dapat dikawinkan dengan tepat. Sifat birahi sapi Brahman-Cross yang cenderung tenang ini timbul diakibatkan oleh faktor genetis, manajemen peternakan tradisional, defisiensi komponen-komponen pakan atau defisiensi nutrisi, perkandangan tradisional, sempit, kurang gerak, kandang individual, kondisi fisik jelek, kebanyakan karena parasit interna (cacing), atau dalam proses adaptasi (Putro, 2006)

Tulisan ini merupakan bagian kecil dari artikel terbaru:






Baca juga: Cara Beternak Kambing Beranak Tiga Setiap 8 Bulan
Sapi persilangan memiliki kebutuhan pakan yang lebih tinggi dibanding dengan sapi lokal, misalnya Simpo (Simmental-PO). Performa reproduksi sapi Simpo akan menurun jika cara pemeliharaannya sama dengan pemeliharaan sapi PO. Jika nutrisi tidak terpenuhi, maka sapi crossbreed akan lebih sering mengalami gangguan reproduksi yang diawali dengan silent heat-anestrus, karena bobot tubuh mereka tidak optimal untuk mencapai kemampuannya dalam berovulasi atau beraktivitas luteal. Kurangnya pakan penguat yang mengandung banyak mineral dan energi secara garis besar dapat berdampak negatif pada performa reproduksi baik sapi PO maupun Simpo (Rasyid dkk, 2009).


Silent heat terjadi karena rendahnya kadar estrogen dalam darah. Defisiensi nutrisi : β karotin, P, Co dan berat badan yang rendah akan menyebabkan kejadian silent heat dan subestrus padi sapi. Kejadian ini sering terjadi pada sapi post partus. Proses ovulasi pada sapi silent heat berjalan secara normal dan bersifat subur, tetapi tidak disertai dengan gejala birahi atau tidak ada birahi sama sekali. Diantara hewan ternak, silent heat sering dijumpai pada hewan betina yang masih dara, hewan betina yang mendapat ransum dibawah kebutuhan normal, atau induk yang sedang menyusui anaknya atau diperah lebih dari dua kali dalam sehari. Sedang pada kejadian sub estrus, proses ovulasinya berjalan normal dan bersifat subur, tetapi gejala birahinya berlangsung singkat / pendek (hanya 3-4 jam). Sebagai predisposisi dari kasus silent heat dan sub estrus adalah genetik. Hormon LH pada kejadian silent heat dan sub estrus mampu menumbuhkan folikel pada ovarium sehingga terjadi ovulasi, tetapi tidak cukup mampu dalam mendorong sintesa hormon estrogen oleh sel granulosa dari folikel de Graaf sehingga tidak muncul birahi (Putro, 2008)
Silent heat pada ternak banyak dipengaruhi oleh faktor genetik, terutama pada sapi sapi persilangan. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap timbulnya silent heat. Silent heat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.      Keadaan kandang dan pakan yang kurang baik
2.      Suhu udara yang tidak tetap
3.      Ternak bekerja terlalu berlebihan
4.      Keadaan patologi kelamin cacat
5.      Gangguan endokrin
6.      Corpus luteum tidak menghasilkan cukup hormon
7.      Kelahiran yang tidak higienis sebelumnya (Putro, 2009)
Silent heat bisa disebabkan kekurangan hormon estrogen, sapi yang sudah tua, atau berahi setelah melahirkan. Diantara hewan ternak, silent heat banyak dijumpai pada hewan betina yang masih dara, artinya berahi pertama pada hewan betina yang baru mencapai dewasa kelamin sering dalam bentuk silent heat. Demikian juga apabila hewan betina yang mendapat ransum dibawah kebutuhan normal, atau induk yang sedang menyusui anaknya atau diperah lebih dari dua kali dalam sehari. Akan tetapi, kasus silent heat ini paling sering terjadi pada induk yang berahi pertama kali setelah melahirkan. Kasus ini juga rentan terjadi pada hewan yang mengalami defisiensi mineral terutama fosfor dan selenium. Kasus silent heat dapat mencapai 77% pada ovulasi pertama setelah melahirkan, 54% pada ovulasi kedua, dan 30% pada ovulasi ketiga pasca melahirkan pada sapi perah yang berproduksi tinggi. Tidak adanya korpus luteum pada siklus berahi sebelumnya menyebabkan konsentrasi progesteron sangat rendah dalam darah saat ovulasi pertama setelah melahirkan, hal ini menyebabkan ovarium kurang responsif terhadap hormon yang dikeluarkan oleh hipofisa anterior. Oleh karena itu, pada siklus berahi berikutnya menyebabkan silent heat (Hafez, 2000).
PEMBAHASAN SILENT HEAT
Silent heat adalah estrus yang tidak terdeteksi oleh pemilik ternak karena hanya terjadi sedikit pembengkakan vulva, perdarahan, aktivitas menarik perhatian pejantan, dan perubahan tingkah laku pada ternak betina muda. Silent heat merupakan ovulasi yang tidak diikuti dengan timbulnya gejala estrus. Biasanya estrus pertama post partum secara normal terjadi tanpa perilaku estrus. Terjadinya hal ini karena tidak ada reseptor estrogen akibat dari rendahnya progesteron post partum. Progesteron dibutuhkan sebagai penginduksi reseptor estrogen, jika resepetor estrogen tidak ada maka estrus terjadi secara diam.
Silent heat biasa terjadi pada sapi hasil persilangan. Birahi tenang banyak terjadi pada sapi Brahman-Cross. Sapi dengan birahi tenang mempunyai siklus reproduksi dan ovulasi normal, namun gejala birahinya tidak terlihat. Birahi tenang akan mengakibatkan peternak tidak dapat mengetahui kapan sapinya birahi, sehingga tidak dapat dikawinkan dengan tepat. Sifat birahi sapi Brahman-Cross yang cenderung tenang ini timbul diakibatkan oleh faktor genetis, manajemen peternakan tradisional, defisiensi komponen-komponen pakan atau defisiensi nutrisi, perkandangan tradisional, sempit, kurang gerak, kandang individual, kondisi fisik jelek, kebanyakan karena parasit interna (cacing), atau dalam proses adaptasi (Putro, 2006)
Sapi yang mengalami silent heat dapat diatasi dengan beberapa cara. Yaitu dengan recording, heat detector, dan penyelarasan estrus. Redording dilakukan dengan melakukan pencatatan setiap siklus dari fase estrus. Heat detector dilakukan dengan alat elektronik untuk mendeteksi sapi sedang estrus atau tidak. Penyelarasan estrus dilakukan dengan menggertak estrus sapi dengan menggunakan progesteron.
Baca juga: Cara mengawinkan kambing agar melahirkan jantan

Rasyid, A. Krishna, NH. 2009. Produktivitas Sapi Potong Dara Hasil Persilangan F1(PO x Limousin dan PO x Simmental) di Peternakan Rakyat. LokaPenelitian Sapi Potong: Pasuruan, Jawa Timur.
Putro, P. P. 2009. Fenomena Reproduksi Sapi Brahman-Cross: Problema dan Solusinya. Bagian Reproduksidan Kebidanan FKH UGM Yogyakarta.
Putro, P. P. 2008. Sapi Brahman-Cross, Reproduksi dan Permasalahannya.Bagian reproduksi dan Kebidanan FKH UGM Yogyakarta.
Hafez, E.S.E. (2000). Reproduction In Farm Animals 7th Edition. Reproductive Health Centre, Kiawah Island, South Carolina, USA.

Putro, P. P. 2006. Gangguan Reproduksi pada Sapi Brahman-Cross. Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH UGM Yogyakarta

Share on Google Plus

About Tris

Seorang Mahasiswa tingkat akhir yang sedang belajar membaca dan menulis.

1 komentar:

  1. Artikel Tafsir bermutu gan, coba cek artikel Bagus & Jitu tentunnya..Klik link berikut ini >
    Tafsir jitu Dari Mbah bonar

    ReplyDelete